Makalah Etika Al-Ghazali (Adab Maksiat kepada Allah SWT)
MAKALAH ETIKA AL-GHAZALI
ADAB MAKSIAT TERHADAP ALLAH SWT
DISUSUN OLEH:
1.
QONINGATURRIZKINUZILAH
2.
SAIFUL
ANAM
3.
TAFRIKHATUL
UNSA
FAKULTAS TARBIYAH PRODI PAI
INSTITUT AGAMA ISLAM IMAM AL GHAZALI CILACAP
2016/2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena
atas rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelasaikan tugas makalah
yang berjudul “ADAB MAKSIAT KEPADA ALLAH SWT ” .Tidak lupa sholawat serta salam
Kami sanjungkan kepada beliau Nabiyullah Muhammad SAW . Ucapan terimakasih juga
kami sampaikan kepada Dosen Etika Al-Ghazali yang telah memberikan kesempatan
kepada kami untuk mengerjakan tugas ini, sehingga kami lebih mengerti dan
memahami tantang Adab maksiat terhadap Allah SWT, langkah-langkah yang kami
susun dalam pembuatan makalah bukanlah teori yang diambil dari sumber yang
tidak jelas juga dari hasil copy paste, kami mengambil dari berbagai sumber
yang kami temukan, kemudian membandingkan antara sumber yang satu dengan sumber
lainnya. kami sadar makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kritik dan
saran yang membangun sangat kami
harapkan agar kedepan bisa lebih baik lagi. Meski begitu, kami berharap
makalah ini bisa menambah pengetahuan dan dapat bermanfaat bagi kita semua.
Cilacap, 9 November 2017
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kepada Allah SWT, tidak lain karena sasaran
anggota badan. Padahal, anggota badan merupakan kenikmatan dan amanah dari
Allah SWT. Ia harus dijaga dan dipelihara oleh setiap manusia. Karenanya, bila
anggota badan yang merupakan kenikmatan dari Allah SWT digunakan untuk
mendurhakai-Nya berarti menjadi pangkal dari puncak kekufuran. Sedangkan
kelalaian dan kecerobohan terhadap amanah Allah SWT yanga da pada diri kita, merupakan
puncak kedurhakaan. Padahal, jauh sebelumnya sudah diperingatkan; “peliharalah
selalu anggota tubuhmu.”
Oleh karena
itu, sudah kewajiban kita sebagai makhluk Allah SWT selalu menjaga dan memelihara
seluruh anggota badan. Diantara anngota badan yang harus dijaga dan dipelihara
yaitu mata, telinga dan lisan.
B. Rumusan Masalah
a.
Jelaskan tentang adab mata kepada Allah SWT?
b.
Jelaskan
tentang adab telinga kepada Allah SWT?
c.
Jelaskan
tentang adab lisan kepada Allah SWT?
C. Tujuan
a.
Untuk
mengetahui bagaimana adab maksiat mata terhadap Allah SWT.
b.
Untuk
mengetahui bagaimana adab maksiat telinga terhadap Allah SWT.
c.
Untuk
mengetahui bagaimana adab maksiat lisan terhadap Allah SWT.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
ADAB
MAKSIAT TERHADAP ALLAH SWT
1. MATA
Mata diciptakan
agar kita bisa mendapatkan petunjuk didalam kegelapan. Dengan perantaraan mata
kita dapat menyaksikan kehidupan alam, melihat segala macam yang diciptakan
oleh Allah SWT, dapat melihat wanita cantik dan pemuda tampan dan masih banyak
lagi, yang semua itu merupakan pertanda dari ayat-ayat keagungan dan kekuasaan
Allah SWT. [1]
Karena begitu
besarnya kenikmatan yang diperoleh lewat mata, maka kita wajib mensyukurinya,
agar dapat selamat dari segala kemudharatan atau kemaksiatan yang dilakukan
mata, yang akibatnya sangat fatal. Pada dasarnya, islam telah memberikan
tuntunan terhadap kita dalam menggunakan atau memanfaatkan mata. Allah SWT
telah memerintahkan mata untuk digunakan sebagai berikut:
a.
Memperoleh
petunjuk dalam kegelapan.
b.
Untuk
memperoleh pertolongan dalam menuntut segala hajat hidup didalam mengarungi
kehidupan.
c.
Untuk
melihat dan menyaksikan segala keindahan yang telah Allah SWT ciptakan, baik
keindahan yang ada dilangit maupun dibumi. Selanjutnya agar kita dapat
mengambil i’tibar, pelajaran dan pengetahuan tentang kekuasaan dan kebesaran
Allah SWT. [2]
Oleh karena itu, hendaklah kita selalu menjaga dan memelihara mata
dari empat macam perkara, yaitu:
a. Jangan
digunakan untuk melihat orang lain yang bukan mukhrim.
b.
Jangan
digunakan untuk melihat aneka ragam keindahan bentuk dan rupa, sehingga dapat
memikat dan menimbulkan syahwat.
c. Jangan
digunakan untuk melihat dan memandang orang islam dengan pandangan sinis dan
meremehkan.
d. Jangan
digunakan untuk melihat orang lain yang dapat menimbulkan ketakutan pada
mereka.[3]
Dengan demikian, mata harus dijaga dan dipelihara, yang senantiasa
akan mengantarkan kepada moral yang baik, sesuai yang telah digariskan syariat
islam. Karenanya, kita sebagai umat muslim, hendaklah selalu memohon
perlindungan kepada Allah SWT, agar mata kita yang menjadi amanat dan karunia
dari sisi-Nya dapat terjaga dan terjauhkkan dari segala perbuatan maksiat dan
dosa. Maksiat dan dosa dapat menarik kita kejurang kebinasaan. Setelah kita
dapat menjaga anggota badan yang berupa mata, maka hendaklah kita menjaga
anggota yang lain, agar kita benar-benar selamat dari murka dan ancaman Allah
SWT.[4]
2. TELINGA
Telinga
merupakan nikmat dan amanat dari Allah SWT yang wajib kita syukuri dan
pelihara. Alangkah bahagianya orang yang mempunyai telinga, yang dapat
digunakan untuk mendengar ayat-ayat Allah SWT, mendengarkan kesyahduan dan
kemerduan alunan musik, mendengar lagu qasidah, mendengar tuntunan dan petunjuk
ajaran agama. Namun demikian, Allah SWT memberikan telinga kepada manusia
bukankah digunakan untuk mendengar setiap
suara. Tetapi, islam juga memberikan ketentuan dalam penggunaan telinga, yaitu:
a.
Mendengarkan
firman-firman Allah SWT.
b.
Mendengarkan
sabda Rasulullah SAW.
c.
Mendengarkan
hikmah para kekasih Allah SWT.
Disamping itu,
hendaklah telinga digunakan untuk sarana mendapatkan ilmu pengetahuan yang
dapat mengantar kesuatu kebahagiaan yang kekal dan kenikmatan yang abadi, yang
telah Allah SWT sediakan kelak di Akherat, yaitu Surga. Karena itu, jangan
digunakan untuk mendengar sesuatu yang bid’ah, ucapan ghibah (mengumpat),
bergumam, provokasi, perkataan keji, ucapan mengadu domba, mendengarkan
penuturan kejelekan orang lain. Hendaklah semua itu dihindari semaksimal
mungkin, apalagi bagi kita sebagai umat muslim yang tunduk dan patuh pada
ajaran agama. Disamping menghindari mendengarkan perkataan-perkataan tidak
baik, juga kita harus menghindari dari mengucapkannya pula. [5]
Andaikan
telinga kita digunakan untuk mendengar sesuatu yang dibenci oleh islam, yang
mestinya akan mendatangkan kemanfaatan, malah berbalik menjadi sesuatu yang
membahayakan. Dan sesuatu yang semestinya akan mendatangkan keutamaan, berbalik
menjadi suatu yang mendatangkan kerusakan dan kebinasaan. Akibatnya akan
mendatangkan kerugian yang amat besar. [6]
Janganlah
beranggapan bahwa dosa akan menimpa pada orang yang berbicara saja, sedangkan
yang mendengarkannya tidak mendapat dosa. Sebab Rasulullah SAW dengan tegas
memberikan keterangan sebagai berikut,
“ sesungguhnya
orang yang mendengarkan adalah sekutu orang yang berbicara ( dalam Dosa), dan
dia merupakan salah satu dari dua orang yang berbuat ghibah (mengumpat).”
Oleh sebab itu,
hendaklah kita berhati-hati dalam mendengarkan perkataan, jangan ikut-ikutan
mendengarkan sesuatu yang dilarang oleh syariat islam. Semoga Allah SWT
memberikan perlindungan dan pertolongan kepada kita, agar dapat memelihara
telinga dari sesuatu yang tidak ada manfaatnya, sehingga kita dapat selamat
disepanjang masa. [7]
·
Hiburan
Telinga
Menurut
pendapat Ulama hiburan telinga itu berbeda-beda, sebagian diantara mereka ada
yang mengharamkannya dan sebagian
yang lain ada yang membolehkannya. Yang
dengan hiburan telinga artinya mendengar suara yang merdu berirama,
dimengerti maknanya lagi menggugah hati. Secara garis besar hiburan telinga itu
tiada lain untuk menghibur hati dan telinga yang kedudukannya sama dengan
menyegarkan pandangan mata dengan melihat tetumbuhan yang hijau-hijau dan
hatipun menjadi terhibur karenanya.
Mustahil bila dikatakan bahwa suara yang indah
itu tidak boleh untuk membaca Kitabullah,
karena sesungguhnya menengar suara mendengar suara burung ‘andalib
diperbolehkan. Apabila mendengar suara yang merdu diperbolehkan, maka tentu
tidak diharamkan bila suara itu mempunyai nada, sepertihalnya suara nyanyian
yang mempunyai not dan langgam yang teratur lagi selaras. Dalam hal ini tidak
ada bedanya bila suara yang indah keluar dari bani Adam,burung atau yang
lainnya.
Dalil yang
memperbolehkan mendengarkan suara hiburan adalah berdasarkan apa yang
diriwayatkan dari para sahabat mengenai menyanyikan bait-bait syair. Didalam kitab Shahihain, disebutkan melalui
Abu Bakar dan Bilal, ketika keduanya tiba di Madinah, Bilal mengalami sakit
demam, dan manakala penyakitnya hilang ia mendendangkan syair-syair dengan
suara yang keras.[8]
3. LISAN
Perlu
diperhatikan, apakah maksud dan tujuan Allah SWT menciptakan lisan untuk kita,
sehingga kita akan sadar dari kelalaian dan perbuatan maksiat, disamping
tanda syukur kepada Allah SWT.
Betapa banyak kenikmatan yang telah kita terima melalui lisan.
Karenanya, hendaklah kita syukuri dengan jalan menggunakan lisan untuk hal-hal
berikut ini:
a.
Memperbanyak
dzikir kepada Allah SWT, yang telah menciptakannya.
b.
Memeperbanyak
membaca Al-Qur’an.
c.
Menuntun
orang lain menuju ajaran agama Allah SWT.
d.
Menyatakan
sesuatau yang ada dalam hati, dari segala hajat kebutuhan yang berkenaan dengan
masalah agama dan urusan keduniaan kita.[9]
Seandainya
lisan digunakan untuk hal yang tidak baik, berarti kita telah mengkufuri nikmat
Allah SWT. Sesungguhnya lisan merupakan salah satu anggota badan yang paling
dominan dan paling banyak perannya dalam mengalahkan seseorang.
Seseorang
dijebloskan dalam api neraka jahannam dan dijungkir balikan merupakan akibat
lisan juga. Karenanya, hendaklah kita dapat menjaga dan memelihara lisan
tersebut. Hendaknya dijaga dengan sungguh-sungguh dan sekuat tenaga, sesuai
dengan kemampuan yang ada. Sehingga, lisan tidak akan menjebloskan kita kedalam
api neraka jahannam yang sangat keji dan hina. Untuk itu, perhatikan dan
renungkan hadits Nabi Muhammad SAW,
“Sesungguhnya
seseorang yang karena mengeluarkan perkataan dengan ucapan yang mengandung maksud
meremehkan kawan, maka karena ucapan itu, dia dimasukan ke dalam neraka
jahannam selama tujuh puluh tahun”.[10]
Oleh karena
itu, hendaklah kita dapat menjaga diri dari delapan perkara yang sangat besar
mendatangkan bahaya bagi keselamatan jiwa, baik di dunia maupun akherat kelak.
Adapun delapan perkara tersebut adalah:
a.
Dusta
Dusta merupakan sejelek-jelek perbuatan dosa. Jaganlah kita
membiasakan diri melakukan perbuatan dusta yang sebenarnya akan mengantar kita
menjadi seorang pendusta. Sesungguhnya perbuatan dusta merupakan induk dari
segala perbuatan besar. Karenanya, kalau telah mengetahui keburukannya,
hendaklah menjauhinya. Jika masih saja dilakukan, sudah pasti akan hilang sifat
keadilannya, dan hilang pula kepercayaan orang lain kepada kita. [11]
Jika seseorang ingin mengetahui kejelekan perbuatan dusta yang
keluar dari lisannya, hendaklah melihat perbuatan atau ucapan dusta yang
dilakukan orang lain. Lalu renungkan bagaimana rasanya didustai orang, dan
bagaimana perasaannya terhadap orang yang berdusta tersebut. Kalau seseorang
menganggap hina perbuatan dusta, berarti dia merasa menjadi orang terhina bila
berbuat dusta.
Jikaseseorang
dapat mengambil kesimpulan dari masalah
dusta yang dilakukan orang lain, maka hendaklah instropeksi, menjaga diri terhadap
segala aib yang terdapat dalam dirinya. Sebab kita tidak dapat melihat dan
mengetaui aib diri kita sendiri, tanpa cara demikian. Ibarat seseorang yang
tidak dapat melihat paras muka sendiri, maka untuk melihatnya memerlukan
cermin. Karena itu, sesuatu yang kita anggap tidak baik yang timbul dari orang
lain, tentu akan dianggap jelek ataupun buruk pula dari orang lain bila kita
lakukan. Karena itu, jangan mau kemasukan atau ditempati sifat tercela, yang
menurut pandangan umum tidak baik. Demikian islam mengajarkan kepada pemeluknya
agar berakhlak yang baik, yang megantarkan mereka menuju keselamatan dunia dan
akherat. [12]
b.
Ingkar
janji
Apabila kita tidak dapat menepati janji, lebih baik tidak berjanji.
Sebab mengingkari janji merupakan larangan agama yang harus di hindari oleh
setiap kaum muslimin. Jika memang terpaksa berjanji, hendaklah dijaga dengan
sungguh-sungguh, jangan mengingkarinya. Boleh ingkar janji jika dalam keadaan
lemah atau dalam keadaan darurat (terpaksa). Sebab mengingkari janji dengan
tanpa alasan merupakan baian dari tanda-tanda orang munafik. Rasulullah SAW
bersabda:” Ada tiga perkara yang apabila dimiliki oleh seseorang, maka dia
orang munafik, sekalipun dia melakukan sholat dan puasa. Tiga perkara itu
adalah: apabila berjanji mengingkari, apabila berkata berdusta, dan apabila
dipercaya khianat.”[13]
c.
Ghibah
( Mengumpat)
Ghibah ialah membicarakan keadaan orang lain yang jika ia mendengar
tidak merasa senang. Jika kita melakukannya, bararti telah melakukan ghibah,
menganiaya diri sendiri, walaupun yang dibicarakan itu benar-benar terjadi. Apa
yang kita katakan merupakan kenyataan dari keadaan orang yang kita bicarakan. [14]Allah
SWT berfirman:”Dan janganlah sebagia kamu menggunjing sebagian yang lain.
Sukakah salah seorang diantara kamu yang memakan daging saudaranya yang telah
mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.” (QS. Al-Hujaraat:12)
Pada ayat diatas dijelaskan bahwa, Ghibah ibarat orang yang memakan
daging saudaranya yang telah membusuk. Oleh karena itu, hendaklah kita
menyadari, bahwa sesungguhnya membicarakan kejelekan orang lain bahayanya
sangat besar sekali. Oleh karenanya, berusahalah dengan semaksimal mungkin
untuk menjauhinya. Jangan sampai membicarakan aib sesama kaum musimin. [15]
Hendaknya kita selalu ingat, jika sekiranya kita mau menutup dan
merahasiakan aib atau cela orang lain, maka Allah SWT berjanji akan
merahasiakan dan menutup aib atau cela kita, baik di dunia maupun akherat.
Tetapi sebaliknya, jika kita membuka rahasia orang lain, Allah SWT akan membuka
rahasia kita di muka umum, baik di Dunia ataupun di Akherat. Allah SWT akan
memerintah orang-orang yang memiliki lisan yang tajam untuk membeberkan rahasia
kita dimuka bumi. Diakherat nanti akan dibuka pula rahasia itu dimuka umum,
disaksikan oleh seluruh makhluk.
Jika kita telah mengoreksi diri sendiri, namun tidak dapat
menemukan cela dan cacat, baik mengenai urusan dunia dan Akherat, maka
ketahuilah : ”Sesungguhnya kita adalah seburuk-buruk orang yang paling
tolol, dan tiada aib yang lebih jelek daripada kebodohan.”
Manakala Allah
SWT menghendaki diri kita menjadi orang yang baik, niscaya Allah SWT akan
berkenaan memperlihatkan seluruh cacat dan kekurangan yang terdapat pada diri
kita. Maka jika kita beranggapan bahwa diri kita dalam keadaan baik, seperti
tidak memiliki cacat dan cela, merasa puas, itu merupakan puncak kebodohan kita
sendiri. Akan tetepi, jika anggapan itu benar, cocok dengan angan-angan bahwa
kita dalam keadaan baik, maka hendaklah kita bersyukur kepada Allah SWT, sebab
demikian lebih baik. Selanjutnya, jangan sampai kebaikan yang telah kita
peroleh ini rusak karena kita mencela ataupun menganggap hina orang lain,
memburuk-burukan, membuka cacat dan cela orang lain. Sebab, perbuatan itu
merupakancela yang benar. [16]
d.
Debat
dan Banyak Bicara
Tindakan bertengkar mulut, debat dan terlalu banyak bicara adalah
menyakitkan orang yang diajak bicara. juga
menganggap bodoh dan mencacinya. Tindakan seperti itu didasari atau
tidak telah menyanjung diri sendiri, dan mengira bahwa dirinya paling bersih,
pandai dan cerdik. Perilaku seperti itu dapat mengakibatkan kotornya kehidupan.
Bila kita bertengkar lisan dengan orang yang bodoh, tentu hanya
akan menimbulkan permusuhan yang senantiasa menjengkelkan hati. Sedangkan jika
kita bertengkar lisan dengan orang yang arif, orang yang lebih tinggi ilmu
pengetahuannya, tentu kita tidak akan mendapatkan hasil apa-apa, melainkan dibenci
oleh mereka, karena mereka menganggap kita kurang sopan atau bahkan dianggap
ilmu pengetahuannya lebih rendah.
Rasulullah SAW bersabda:” Barangsiapa meninggalkan bertengkar
lisan dan dia berada dalam posisi yang
salah, maka Allah SWT membangunkan rumah untuknya di surga, dan barangsiapa
meninggalkan bertengkar lisan sedang dia dalam posisi yang benar, maka
dibuatkannya sebuah rumah oleh Allah SWT di surga.”[17]
Karena itu waspadalah,
jangan sampai terkena rayuan setan yang selalu berbisik kepada kita.
Tampakanlah hak dan kebenaran, jangan kalah dalam menegakan kebenaran tersebut,
dalam keadaan apapun. Sebab, sebenarnya setan selalu berusaha menarik
orang-orang bodoh untuk dijerumuskan ke dalam jurang kejahatan. Oleh karena
itu, kebenaran perlu ditegakan dan dipertahankan, walaupun itu berat.
Dizaman sekarang ini kebanyakan orang-orang banyak bertengkar lisan
berdebat dan bersitegang leher. Sukanya mau menang sendiri dalam segala
permasalahan, tak mau mengalah. Hal demikian dikarenakan fanatik terhadap fatwa
ulama su’. Ulama munafik yang menerangkan bahwa sesungguhnya pandai bertengkar
mulut dan berdebat merupakan suatu tindakan yang utama. Beranggapan bahwa
pandai berhujjah (mengajukan argumentasi) dan provokasi merupakan suatu
kecerdikan yang terpuji.
Oleh karena itu, hendaklah kita dapat menjauhi dari pengaruh ulama
su’. Sebagaimana kita lari dari ancaman harimau. Karena sesungguhnya bertengkar
lisan merupakan penyebab murka Allah SWT dan dibenco oleh seluruh makhluk.
Karenanya, perlu berhati-hati dalam memelihara lisan. [18]
e.
Memuji
diri
Yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah menyinggung diri sendiri,
seakan merasa bahwa dirinya tidak mempunyai dosa. Hal yang demikian dimaksudkan
untuk pamer (Riya’) kepada orang lain. Sedangkan merasa suci dari dosa dengan
maksud untuk mengakui kenikmatan yang telah dicurahkan Allah SWT, merupakan
bagian dari syukur kepada Allah SWT dan tidak dilarang ajaran islam.
Allah SWT berfirman : “Maka janganlah kamu mengatakan dirimu
suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertaqwa.” ( QS.
An-Najm:32)
Ayat diatas menjelaskan bahwa kita dilarang untuk menyanjung diri
sendiri, karena sesungguhnya menyanjung diri sendiri dapat mengurai kedudukan
dihadapan sesama umat manusia, dan dapat menjadi penyebab murka di sisi Allah
SWT. Selanjutnya, sekiranya kita ingin melihat dan mengetahui jika sanjungan
yang kita lakukan terhadap diri sendiri tidak akan menambah kedudukan, maka
lihat dan rasakanlah terhadap teman-teman kita. Ketika mereka menyanjung diri sendiri
dan menganggap baik terhadap diri sendiri dengan mengaku utama, mangaku agung
dan mengaku banyak harta.
f.
Melaknat
Hendaklah kita menjauhi dan menghindari diri dari melaknat makhluk
Allah SWT, baik pada binatang, makanan dan lain sebagainya, dan jangaan pula
melaknat orang lain. Jangan pula berkata pada orang islam dengan mengatakan
syirik, kafir ataupun munafik. Sebab, yang mengetahui batin seseorang hanyalah
Allah SWT.
Ketahuilah, dihari kiamat nanti anda tidak akan ditanya: ” Mengapa
kamu tidak melaknat fulan, dan mengapa kamu mendiamkannya?”. Bahkan seandainya
kamu tidak pernah melaknat iblis sepanjang umurmu, dan tidak menyibukan lidah
dengan menyebutnya, andapun tidak akan ditanya tentang hal itu.[19]
Tetapi sebaliknya, bial kita melaknati salah satu makhluk Allah
SWT, maka kita akan dituntut sebagaimana mestinya dihari kiamat. Karenanya,
janganlah kita mencela makhluk Allah SWT, sebab Rasulullah SAW belum pernah sama sekali mencela terhadap
makanan hina. Kalau kiranya beliau menghendaki, dimakan, kalau tidak, cukup
diam dan tidak mencela.
g.
Mendoakan
Jelek sesama Makhluk
Hendaklah menjauhkan lisandari mendoakan kejelekan terhadap sesama
makhluk. Meskipun makhluk itu telah berbuat aniyaya ataupun menyakitkan kita.
Cukuplah persoalan tersebut diserahkan kepada pengadilan yang paling adil,
yaitu Allah SWT. Allah SWT akan memberikan hukuman dan balasan terhadap makhluk
yang berbuat dzalim tersebut. Rasulullah SAW bersabda:
“
Sesungguhnya orang yang dianiaya, jika mendoakan kepada orang yang menganiaya,
tentu dikabulkan oleh Allah SWT. Sehingga mengimbangi penganiayaan si zalim.
Jika masih sisa, maka kelak di hari kiamat akan diminta orang yang di aniaya.”[20]
h.
Mencela,
Sinis dan Menghina
Hendaklah pandai memelihara diri, jangan sampai lisan kita dipakai
untuk mengejek, merendahkan dan
mempermainkan orang lain. Baik secara sungguhan ataupun hanya main-main. Sebab,
semua itu dapat mempermalukan, menghilangkan kehormatan dan kewibawaan, serta
menimbulkan gelisah, bahkan menyakitkan orang lain.
Ketiga perkara diatas ( Mencela. Sinis dan Menghina) merupakan
sumber dari timbulnya pertengkaran, kemarahan, perpecahan dan kedengkian. Oleh
karena itu, hendaknya kita dapat memelihara diri, jangan mengejek siapapun.
Delapan perkara
diatas merupakan pusat bahaya lisan. Kita tidak akan dapat menghindari dan
menyelamatkan diri dari delapan perkara tersebut, kecuali dengan uzlah (
menyendiri), atau tidak perlu berbicara jika tidak ada kepentingan yang sangat
mendesak. Oleh sebab itu, Sahabat Abu
Bakar As-Shidiq pernah menutup mulutnya dengan batu, agar tidak berbicara yang
tidak ada gunanya, serta mengurangi berbicara. Abu Bakar menunjuk mulutnya
sambil berkata: “ Lisanku ini yang dapat mendatangkan bahaya.” Karena
itu, hendakny kita dapat memelihara dan menjaga lisan dengan sebaik mungkin.
Janaganlah lisan ini digunakan untuk melakukan sesuatu yang tidak mendatangkan
manfaat, yang mengantarkan kita ke dalam jurang kenistaan dan kehinaan. Lisan
merupakan anggota badan yang paling besar mendatangkan kerusakan bagi
seseorang, baik di dunia maupun di akherat. [21]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Mata
Allah SWT telah
memerintahkan mata untuk digunakan sebagai berikut:
a.
Memperoleh
petunjuk dalam kegelapan.
b.
Untuk
memperoleh pertolongan dalam menuntut segala hajat hidup didalam mengarungi
kehidupan.
c.
Untuk
melihat dan menyaksikan segala keindahan yang telah Allah SWT ciptakan, baik
keindahan yang ada dilangit maupun dibumi. Selanjutnya agar kita dapat
mengambil i’tibar, pelajaran dan pengetahuan tentang kekuasaan dan kebesaran Allah SWT.
2.
Telinga
Allah
SWT memberikan telinga kepada manusia bukankah digunakan untuk mendengar setiap suara. Tetapi, islam
juga memberikan ketentuan dalam penggunaan telinga, yaitu:
a.
Mendengarkan
firman-firman Allah SWT.
b.
Mendengarkan
sabda Rasulullah SAW.
c.
Mendengarkan
hikmah para kekasih Allah SWT.
3.
Lisan
Betapa
banyak kenikmatan yang telah kita terima melalui lisan. Karenanya, hendaklah
kita syukuri dengan jalan menggunakan lisan untuk hal-hal berikut ini:
a.
Memperbanyak
dzikir kepada Allah SWT, yang telah mencipptakannya.
b.
Memeperbanyak
membaca Al-Qur’an.
c.
Menuntun
orang lain menuju ajaran agama Allah SWT.
d.
Menyatakan
sesuatau yang ada dalam hati, dari segala hajat kebutuhan yang berkenaan dengan
masalah agama dan urusan keduniaan kita.
B. Saran
Dalam pembuatan
makalah ini kami menyadari adanya banyak kesalahan dan kekurangan, sehingga
kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar ke depannya bisa lebih
baik lagi. Disamping itu, kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi semua
pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad
Sunarto, Kiat Menggapai Hidayah, Surabaya:Al Miftah, 2013
Bahrun Abu Bakar, L.C., Ringkasan Ihya’ ‘Ulumuddin, Penerbit
Sinar Baru Algensindo, Bandung, 2014.
[1] Achmad Sunarto, kiat Menggapai Hidayah, Al Miftah, Surabaya,
2013, hlm. 236.
[2] Ibid., hlm. 237-238.
[3] Ibid., hlm. 238.
[4] Ibid., hlm. 239.
[5] Ibid., hlm. 240-241.
[6] Ibid., hlm 242.
[7] Ibid., hlm. 243.
[8] Bahrun Abu Bakar, L.C., Ringkasan Ihya’ ‘Ulumuddin, Penerbit
Sinar Baru Algensindo, Bandung, 2014.
[9] Achmad Sunarto., Op. Cit. hlm. 244-245.
[10] Achmad Sunarto., Op. Cit. 245-246
[11] Achmad Sunarto., Op. Cit. 248
[12] Achmad Sunarto., Op. Cit. 250
[13] Achmad Sunarto., Op. Cit. 251-252
[14] Achmad Sunarto., Op. Cit. 252
[15] Achmad Sunarto., Op. Cit. 255
[16]Achmad Sunarto., Op. Cit. 258
[17] Achmad Sunarto., Op. Cit. 260
[18] Achmad Sunarto., Op. Cit. 260-263
[19]Achmad Sunarto., Op. Cit. 267
[20] Achmad Sunarto., Op. Cit. 268
[21] Achmad Sunarto., Op. Cit. hlm. 270-271
Komentar
Posting Komentar