PEMIKIRAN K.H. A. WAHID HASYIM
K.H. A. Wahid Hasyim
1. Biografi
Wahid Hasyim yang akrab di sapa dengan Gus Wahid lahir
pada hari jumat legi, tanggal 5 Rabiul Awal 1333 H bertepatan dengan 1 juni
1914 di Desa Tebuireng, Jombang Jawa Timur. Oleh ayahnya Hadratus Syeh K.H.
Hasyim Asy’ari beliau diberi nama Muhammad Asy’ari, terambil dari nama
neneknya. Karena di anggap nama tersebut tidak cocok dan berat maka namanya di
ganti Abdul Wahid, pengambilan dari nama seorang datuknya. Namun ibunya kerap
kali memanggil dengan nama Mudin. Sedangkan para santri dan masyarakat sekitar
sering memanggil dengan sebutan Gus Wahid, sebuah panggilan yang kerap
ditujukan untuk menyebut putra seorang Kyai di Jawa.
Wahid Hasyim berasal dari keluarga yang taat beragama,
keluarga pesantrern yang berpegang erat pada tradisi. Ia lahir, tumbuh dan dewasa dalam lingkungan
pesantren. Ibunya bernama Nafiqah putri K.H. Ilyas pemimpin pesantren Sewulan
di madiun. Garis keturunan ayah dan ibunya bertemu pada Lembu Peteng (
Brawijaya VI ), yaitu dari pihak ayah melalui Joko Tingkir ( Sultan Pajang 1569-1587 ) dan dari pihak ibu melalui Kiai
Ageng Tarub I. Sejak usia 5 tahun ia belajar membaca Al Quran pada ayahnya
setiap selesai sholat magrib dan dhuhur, sedang pada pagi hari ia belajar di
Madrasah Slafiyah di dekat rumahnya. Dalam usia 7 tahun ia mulai mempelajari
kitab Fath Al-Qarib ( kemenangan bagi yang dekat ) dan al-Minhaj al-Qawim (
jalan yang lurus ). Sejak kecil minat membacanya sangat tinggi, berbagai macam
kitab di telaahnya. Ia sangat menggemari buku-buku kesusastraan Arab, khususnya
buku Diwan asy-Syu’ara’ ( Kumpulan penyair dengan syair-syairnya ).
Sejak kecil ia terkenal sebagai seorang anak yang
pendiam, peramah dan pandai mengambil hati orang. Dikenal banyak orang sebagai
orang yang gemar menolonh kawan, suka bergaul dengan tidak memandang bangsa,
atau memilih agama, pangkat dan uang. Terlalu percaya pada kawan, suka
berkorban, akan tetapi mudah tersinggung perasaannya dan mudah marah, akan
tetapi dapat mengatasi kemarahannya. Ketika berusia 12 tahun Wahid Hasyim telah
menamatkan studinya di Madrasah Salafiyah Tebuireng, lalu beliau belajar ke
pondok Siwalan Panji, Sidoarjo, di pondok Kyai Hasyim bekas mertua ayahnya. Di
sana ia belajar kitab-kitab Bidayah, Sullamut Taufik, Taqrib dan Tafsir
Jalalain. Gurunya Kyai Hasyim sendiri dan Kyai Chozin Panji, namun ia hanya
belajar dalam hitungan hari yaitu selama 25 hari tidak sebagaimana umumnya
santri. Pengembaraan intelektual pesantrennya dilanjutkan di Pesantren Lirboyo,
kediri, namun juga untuk beberapa . Setelah itu ia tidak meneruskan pengembaraannya
ke pesantren lain, tetapi memilih tinggal di rumah dan belajar secara otodidak dari berbagai
disiplin ilmu pengetahuan. Di dukung oleh tingkat kecerdasannya yang tinggi
serta tingkat hafalannya yang kuat , dalam belajar ia tidak mengalami kesulitan.
Mengenai hal ini Saifuddin Zuhri menuturkan : “ Aku mendengar bahwa K.H. A. Wahid
Hasyim dan Muhammad Ilyas ketika
masih sama-sama jadi santri di Tebuireng dahulu, bukan hanya hafal seluruh
bait-bait Alfiyah yang 1000 dengan arti maknanya, tetapi juga mahir menghafalnya dari
belakang ke muka. Padahal dari muka
ke belakang saja bukan main
sulitnya.”
Bukti lagi kecerdasan dan kecemerlangan pikiran K.H. A. Wahid Hasyim dikisahkan oleh Ahmad
Syahri sebagai berikut :
“ Kyai Wahid mudah menghafal nama
tamu-tamunya, apalagi para pemimpin
NU di daerah-lazim disebut konsul-sebelum ada sebutan pengurus wilayah dan cabang.
Kecerdasannya juga terlihat dari cara
beliau belajar bahasa Asing. Serta menangkap alur bicara lawan diskusinya, sehingga bisa menanggapi dengan tajam”.
2. Pemikiran Pendidikan K.H. A.
Wahid Hasyim
a.
Prinsip-prinsip pendidikan.
Pemikiran pendidikan Islam Wahid Hasyim dapat di cermati
pada beberapa karya beliau yang di muat di media yang setidaknya terdapat 7
judul, seperti Abdullah Oebayd sebagai pendidik. Dalam buku ini K.H.A. Wahid
Hasyim membeberkan beberapa prinsip dalam pendidikan yaitu :
1) Percaya
kepada diri sendiri atau prinsip kemandirian.
2) Kesabaran.
3) Pendidikan
adalah proses bukan serta merta.
4) Keberanian.
5) Prinsip
tanggung jawab dalam menjalankan tugas.
b. Orientasi
Pendidikan Islam.
Sebagai seorang santri pendidik agama, fokus utama
pemikiran Wahid Hasyim adalah peningkatan kualitas sumberdaya umat Islam. Upaya
peningkatan kualitas tersebut menurut Wahid Hasyim, dilakukan melalui
pendidikan khususnya pesantren. Dari sini dapat dipahami, bahwa kualitas
manusia muslim sangat ditentukan oleh tinggi rendahnya kualitas jasmani, rohani
dan akal. Kesehatan jasmani dibuktikan dengan tiadanya gangguan fisik ketika
berkreatifitas. Sedangkan kesehatan rohani dibuktikan dengan keimanan dan
ketakwaan kepada Allah yang kemudian diimplementasikan dalam kehidupan nyata.
Disamping sehat jasmani dan rohani, manusia muslim harus memiliki kualitas
nalar (akal) yang senantiasa diasah sedemikian rupa sehingga mampu memberikan
solusi yang tepat, adil dan sesuai dengan ajaran Islam.
Mendudukkan para santri dalam posisi yang sejajar, atau
bahkan bila mungkin lebih tinggi, dengan kelompok lain agaknya menjadi obsesi
yang tumbuh sejak usia muda. Ia tidak ingin melihat santri berkedudukan rendah
dalam pergaulan masyarakat. Karena itu, sepulangnya dari menimba ilmu
pengetahuan, dia berkiprah secara langsung membina pondok pesantren asuhannya
ayahnya.
Pertama-tama ia mencoba menerapkan model pendidikan
klasikal dengan memadukan unsur ilmu agama dan ilmu-ilmu umum di pesantrennya.
Ternyata uji coba tersebut dinilai berhasil. Karena itu ia kenal sebagai
perintis pendidikan klasikal dan pendidikan modern di dunia pesantren. Untuk
pendidikan pondok pesantren Wahid Hasyim memberikan sumbangsih pemikirannya
untuk melakukan perubahan. Banyak perubahan di dunia pesantren yang harus
dilakukan. Mulai dari tujuan hingga metode pengajarannya.
Dalam mengadakan perubahan terhadap sistem pendidikan
pesantren, ia membuat perencanaan yang matang. Ia tidak ingin gerakan ini gagal
di tengah jalan. Untuk itu, ia mengadakan langkah-langkah sebagai berikut:
1)
Menggambarkan
tujuan dengan sejelas-jelasnya
2)
Menggambarkan cara
mencapai tujuan itu
3)
Memberikan
keyakinan dan cara, bahwa dengan sungguh-sungguh tujuan dapat dicapai.
Menurut beliau, tujuan pendidikan adalah untuk
menggiatkan santri yang berahlakul karimah, takwa kepada Allah dan memiliki
ketrampilan untuk hidup. Artinya dengan ilmu yang dimiliki ia mampu hidup layak
di tengah masyarakat, mandiri, tidak jadi beban bagi orang lain. Santri yang
tidak mempunyai ketrampilan hidup ia akan menghadapi berbagai problematika yang
akan mempersempit perjalanan hidupnya. Dengan demikian dapat dipahami bahwa
tujuan pendidikan Wahid Hasyim bersifat Teosentris ( Ketuhanan ) sekaligus
Antroposentris ( kemanusiaan ). Artinya bahwa pendidikan itu harus memenuhi
antara kebutuhan duniawi dan ukhrowi, moralitas dan ahlak, dengan titik tekan
pada kemampuan kognisi ( iman ), afeksi ( ilmu ) dan psikomotor ( amal, ahlak
yang mulia ).
c. Materi
Pendidikan Islam.
Materi yang di rancang oleh
Wahid Hasyim dalam pendidikan terbagi menjadi tiga : Pertama, ilmu-ilmu agama
Islam seperti fiqih, tafsir, hadist dan ilmu agama lainnya. Kedua, ilmu non
agama seperti ilmu jiwa, matematika, dan Ketiga, kemampuan bahasa, yaitu Bahasa
Inggris, Belanda dan Bahasa Indonesia.
d. Metode
Pendidikan.
Adapun metode pendidikan yang
dianut oleh K.H.A. Wahid Hasyim yaitu banyak mencontoh model pengajaran ayahnya
Hasyim Asy’ari berupa penanaman kepercayaan diri yang tinggi terhadap muridnya.
Ini sebagai bukti bahwa pola pemikiran Wahid Hasyim dengan ayahnya yaitu Hasyim
Asy’ari banyak sekali persamaannya, atau dengan kata lain bahwa sistem dan tehnik yang diterapkan Wahid
Hasyim merupakan kelanjutan dari sistem dan tehnik Hasyim Asy’ari. Adapun
contohnya seperti :
1) Tanggung
jawab murid
- Tidak menunda-nunda kesempatan dalam belajar
atau tidak malas.
-
Berhati-hati, menghindari hal-hal yang kurang bermanfaat.
-
Memuliakan dan memperhatikan hak guru , mengikuti jejak guru.
- Duduk
dengan rapi bila berhadapan dengan guru.
-
Berbicara dengan sopan dan santun dengan guru.
- Bila
terdapat sesuatu yang kurang bisa dipahami hendaknya bertanya.
-
Pelajari pelajaran yang telah diberikan oleh guru secara istiqomah.
-
Pancangkan cita-cita yang tinggi.
-
Tanamkan rasa antusias dalam belajar.
2) Tanggung
jawab guru
-
Bersikap tenang dan selalu berhati-hati dalam bertindak.
-
Mengamalkan sunnah Nabi.
- Tidak
menggunakan ilmunya untuk meraih gemerlap dunia.
-
Berahlakul karimah dan selalu menabur salam.
-
Menghindarkan diri dari tempat-tempat yang kotor dan maksiat.
-
Memberi nasehat dan menegur dengan baik jika ada anak yang bandel.
-Mendahulukan materimateri yang penting dan sesuai
dengan profesi yang dimiliki.
Komentar
Posting Komentar