PEMIKIRAN AL-GHAZALI
AL-GHAZALI
- Biografi Al-Ghazāli (450 H/1059 M)
Nama lengkap Al-Ghazali adalah Muhammad ibn Muhammad
ibn Ahmad ath-Thousy, lahir di kampung Ghazalah, Thusia, salah satu kota di
Khurasan, Persia. Sebelum ayahnya
meninggal dunia, Al-ghazali dan adiknya[1] dititipkan kepada seorang
sufi (sahabat karibnya). Karena cintanya terhadap ilmu ,ayah al ghazali
mewariskan hartanya yang selanjutnya diberikan kepada sufi tersebut untuk biaya
pendidikan al-ghazali dan adiknya.”
Akan
tetapi hal ini tidak berjalan lama. Harta warisan yang ditinggalkan untuk kedua
anak itu habis, sufi yang juga menjalani kecenderungan hidup sufistik yang
sangat sederhana ini tidak mampu memberikan tambahan nafkah. Maka al-Ghazali
dan adiknya diserahkan ke suatu madrasah yang menyediakan biaya hidup bagi para
muridnya. Di madrasah inilah al-Ghazali bertemu dengan Yusuf al-Nassaj, seorang
guru sufi kenamaan pada saat itu, dan dari sini pulalah awal perkembangan
intelektual dan spiritualnya yang kelak akan membawanya menjadi ulama terkenal
di dunia Islam bahkan mendapat gelar Hujjatul Islam dan Zain ad-Dîn.
Pada usia 33 tahun, Al-Ghazali diangkat menjadi
Profesor di Universitas Nizhamiyah di Baghdad, dan memperoleh kedudukan
tertinggi di dunia ilmu pengetahuan pada masanya..Pada Tahun 448 H Al-Ghazali
meninggalkan segala kemahsyuran yang diperolehnya dan keluar dari lingkaran
Nazhamiyah menuju Baitul Mekkah untuk menunaikan ibadah haji. Sepulang dari
mekkah, Al-Ghazali menuju Damaskus dan menetap dikota damsyik selama sepuluh
tahun.
Pada
Tahun 499 H, karena desakan penguasa yang bernama Muhammad, Al-Ghazali akhirnya
mau kembali mengajar disekolah Nizhamiyah di Naisabur. Akan tetapi hal tersebut
hanya mampu bertahan 2 tahun pada akhirnya dia kembali ke kota Thus lagi, dan
mendirikan sekolah untuk para fuqaha dan sebuah biara untuk Mutawassifin.Dikota
itulah Al-Ghazali menghembuskan nafas terakhirnya pada tahun 505 H/111 M tepat
diusianya 54 tahun.
- Pemikiran Al-Ghazali mengenai Pendidikan
Menurut Al-Ghazali pendidikan merupakan salah satu
cara seorang hamba untuk mendekatkan
diri kepada Allah agar mendapatkan mahkota kemuliaan. Hal tersebut tertuang
dalam kata bijak yang pernah dinyatakannya,
“selama
ilmu itu dimiliki seorang itu lebih banyak dan lebih sempurna, maka seharusnya
ia menjadi lebih dekat kepada Allah”.
Adapun
pendidikan dalam dunia sosial dapat memajukan kehidupan sosial manusia agar
lebih bermartabat, sebab itu dia menegaskan “bahwa tinggi rendahnya kehidupan
manusia sangat ditentukan oleh sifat penguasaan ilmu pengetahuan”.
Al-Ghazali
sangat percaya pendidikan sangat bermanfaat bagi pelakunya dengan rumusan,
pendidikan harus mengedepankan pembersihan jiwa dari noda-noda akhlak dan sifat
tercela, sebab “ilmu itu merupakan ibadah hati shalatnya nurani dan pendekatan
jiwa menuju Allah”
Dari
penjabaran diatas dapat dilihat dengan jelas bahwa gaya pemikiran Al-Ghazali
cenderung ke sufistik dan lebih banyak bersifat rohaniah, karena berdasarkan
analisisnya ciri khas pendidikan islam lebih fokus pada penanaman nilai
moralitas yang dibangun dari cabang-cabang akhlak islam.
Dalam kitab Mizan Al-A’mal, Al-Ghazali menjelaskan
dua cara memperoleh ilmu dalam pendidikan yaitu dengan cara 1. pengilhaman dari
Tuhan atau biasa yang kita kenal dengan ilmu Laduni, 2. Dengan cara belajar.
Pemikiran
Imam Al-Ghazali mengenai urgentnya pendidikan terdiri dari 5 aspek utama[6],
yakni:
1. Pendidikan dalam aspek kerohanian
(keimananan)
2. Pendidikan dalam aspek prilaku (akhlak)
3. Pendidikan dalam aspek pengembangan
(intelektualitas dan kecerdasannya)
4. Pendidikan dalam aspek social-engineering
(rekayasa sosial)
5. Pendidikan dalam aspek biologis manusia
atau kejasmaniahan
C. Dasar dan Tujuan Pendidikan Islam menurut
Al-Ghazali
1.
Dasar
Pendidikan Islam
Bagi Al-Ghazali yang telah banyak menghabiskan hidup
di dalam dunia pendidikan menjabarkan dasar dari pendidikan islam
adalah”menyatukan konsep ilmu dengan dua energy manusia yakni akal dan hati,
sedangkan indra lebih banyak menimbulkan kebimbangan. Menurutnya semua ilmu
harus berujung pada ilmu yang meyakinkan”,pendapat tersebut hampir selaras
dengan Prof. Dr. Moh. Athiyah al-Abrasy dalam bukunya “Dasar-dasar pendidikan
Islam”[7], yang seyogyanya pendidikan terdiri dari komposisi campuran ilmu akal
dan ilmu hati yang dijadikan satu dalam pendidikan agama sehingga pendidikan
ditujukan untuk mendidik akhlak dan jiwa.
2. Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan adalah suasana ideal yang harus diwujudkan.
Dalam tujuan pendidikan, suasana yang ideal akan nampak pada tujuan akhir
[8].Seperti yang telah dikemukakan oleh Al-Ghazali mengeai tujuan pendidikan
ialah untuk mendekatkan diri kepada Allah bukan untuk mencari uang atau
pekerjaan seperti budaya yang sudah mentradisi di lubung-lubung niat para
penuntut ilmu di zaman ini.
Pada
hakikatnya “Hasil dari ilmu sesungguhnya akan mendekatkan manusia kepada Allah,
Tuhan pemilik seluruh alam dan dengan ilmu manusia mendapatkan penghormatan
secara naluri” selaras dengan pendapatnya dapat dijabarkan bahwa tujuan
pendidikan terbagi menjadi 2 yakni:
a. Tujuan jangka pendek
Tujuan pendidikan jangka panjang
ialah pendekatan diri kepada Allah. Pendidikan dalam prosesnya harus
mengarahkan manusia menuju jalur-jalur pendekatan diri kepada Tuhan pencipta
alam. Dapat disimpulkan bahwa semakin lama seseorang duduk dibangku pendidikan
semakin bertambah ilmu pengetahuannya, maka semakin mendekat kepada Allah.
b. Tujuan
Jangka Pendek
Menurut
Al-Ghazali , tujuan jangka pendek ialah diraihnya profesi manusia sesuai dengan
bakat dan kemampuannya. Tercapainya kesempurnaan insani yang bermuara kepada
kebahagiaan dunia dan akhirat.
Karena
jika tujuan pendidikan diarahkan bukan untuk mendekatkan diri pada Allah SWT,
akan dapat menyembabkan timbulnya kedengkian, kebencian dan permusuhan. Pemikiran
tersebut didasari oleh dalil:
. وَمَا
خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Tidaklah
aku jadikan jin dan manusia melainkan agar beribadah kepada-ku”
Dari
pengambilan dalil diatas sebagai dasar menentukan tujuan pendidikan, Hal itu
yang menyebabkan Al-Ghazali memandang
dunia ini bukan merupakan hal yang pokok, tidak abadi dan rusak ,sedangkan maut
dapat memutuskan kenikmatan serta setiap saat
akan selalu mengintai manusia”.
karena baginya orang yang berakal sehat ialah orang
yang menggunakan dunia untuk tujuan akhirat, sehingga dengan seperti itu
manusia mendapatkan derajat yang tinggi disisi Allah. Akan tetapi Al-Ghzali
tidak sama sekali menistakan dunia, melainkan dunia itu hanyalah sebgai alat.
Yakni alat atau sarana untuk menjembatani manusia agar dapat lebih dekat kepada
Allah.
3. Materi Pendidikan Islam
Secara tradisional materi berarti mata pelajaran
yang diberikan kepada anak didik untuk menanamkan sejumlah pengetahuan agar
mampu beradaptasi dengan lingkungannya.
Pandangannya
tentang materi pendidikan islam dapat dipahami dari pandangannya tentang ilmu
pengetahuan. Ia membagi ilmu pengetahuan kepada yang terlarang dan yang wajib
dipelajari oleh anak didik menjadi tiga kelompok yaitu:
a.
Ilmu
tercela, banyak atau sedikit ilmu ini tidak ada manfaatnya bagi manusia di dunia
maupun di akhirat, misalnya ilmu sihir, ilmu nujum, dan ilmu perdukunan. Bila
ilmu ini dipelajari akan membawa mudarat dan akan meragukan terhadap adanya
Allah. Oleh karena itu, ilmu ini harus dijauhi
b.
Ilmu
yang terpuji, banyak atau sedikit. Misalnya ilmu tauhid dan ilmu agama. Ilmu
ini bila dipelajari akan membawa seseorang kepada jiwa yang suci bersih dari
kerendahan dan keburukan serta dapat mendekatkan diri kepada Allah.
c. Ilmu
yang terpuji pada taraf tertentu, yang tidak boleh diperdalam, karena ilmu ini
dapat membwa kepada kegoncangan iman dan ilhad (meniadakan Tuhan) seperti ilmu
filsafat.
Dari
ke``tiga kelompok tersebut, Al-Ghazali membagi lagi ilmu tersebut menjadi dua
kelompok ilmu dilihat dari segi kepentingannya, yaitu:
·
Ilmu
yang wajib (fardlu) yang diketahui oleh semua orang, yaitu ilmu agama, ilmu
yang bersumber kepada kitab Allah.
· Ilmu
yang hukum memepeljarinya fardlu kifayah, yaitu ilmu yang digunakan untuk
memudahkan urusan duniawi, seperti ilmu hitung, ilmu kedokteran, ilmu teknik ,
ilmu pertanian, dan industry.
Selanjutnya
yang menjadi titik perhatian Al-Ghazali
dalam mengajarkan ilmu pengetahuan kepada anak didik adalah ilmu
pengetahuan yang digali dari kandungan Al-Qur’an, Karena ilmu model ini akan
bermanfaat bagi kehidupan manusia di dunia dan di akhirat. Karena dapat
menenangkan jiwa dan mendekatkan diri kepada Allah.
Dapat disimpulkan bahwa corak pendidikan yang
dikembangkannya dipengaruhi pandangan tasawuf dan fiqih. Hal ini tidak
mengherankan karena konsp pendidikan yang dikemukakannya nampak selain
sistematik dan komprehensif juga secara konsisten sejalan dengan sikap dan
kepribadiannya sebagai seorang sufi.
4. Metode dan Media
Dalam proses pengajaran Al-ghazali, terdapat tiga
metode yang diterapkan dalam pembelajaran. Metode tersebut tersusun sistematis
dalam Psikologis, Sosiologis dan
Pragmatis yang di tujukan dalam rangka keberhasilan pembelajaran.
Dalam Pembelajaaran Al-Ghazali bahwa metode yang
digunakan misalnya Metode Mujahadah dan Riyatlah, Pendidikan praktek kedisiplinan,
Pembiasaan, penyajian dalil naqli dan aqli serta bimbingan nasihat.
Pemikiran
diatas dalam era modern sekarang menjadi hal yang penting kembali untuk
dilakukan , Disamping untuk memadukan metode dan media yang modern, Sehingga
akan tercipta kelas Ideal dalam pembelajaran. Kebanyakan yang kita lihat
sekarang pendidik jarang memadukan metode dan media dalam pembelajarannya.
Lebih
bersifat menonton dan hal itu membuat siswa merasa jenuh dan bosan sehingga
pembelajaran yang terjadi tidak ada interaksi yang baik, serta cenderung
menurunkan gairah dan hasil belajar siswa itu sendiri. Maka Pendidik sekarang
perlu mengubah pola pikirannya dalam menerapkan metode dan media pembelajaran
yang untuk saat ini semakin mudah mendapatkan informasi dan alatnya.
Komentar
Posting Komentar